VICTORY NEWS MANGGARAI BARAT-Komisi II DPR-RI baru-baru ini menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan beberapa pihak atas persoalan agraria yang terjadi di Indonesia yakni Koperasi Produsen Perkebunan Masyarakat Adat Buaimencurung, Masyarakat Kampung Tomang Jakarta Barat, Forum Petani Sejahtera Indonesia, Masyarakat Amal Bersatu, Masyarakat Adat Pasaman Barat, Kesatuan Masyarakat Racang Buka Manggarai Barat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Maluku Tengah, dan Lembaga Investigasi dan Pengawasan Aset Negara Republik Indonesia.
Dalam RDP tersebut, Kesatuan Masyarakat Racang Buka menyampaikan persoalan konflik penguasaan lahan di Hutan Produksi Bowosie antara Masyarakat dan Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOLBF).
Perwakilan Masyarakat Racang Buka, Stefanus Herson, Jumat (18/11/2022) menyampaikan, dokumen konflik lahan otorita BPOLBF telah diserahkan ke Pimpinan Komisi II DPR-RI di Jakarta.
Baca Juga: Dianiayai Tukang Ojek di Labuan Bajo, Korban Lapor Polisi
"Secara gambaran, peta konflik Lahan Otorita 400 ha, Pengelolaan BPOLBF telah tumpang tindih dengan penguasaan 3 kelompok masyarakat, yakni 135 ha dengan penguasaan masyarakat Racang Buka, 30 ha dengan penguasaan masyarakat adat Lancang, dan 53 ha dengan penguasaan masyarakat adat Nggorang,"tegasnya.
Ia mengaku, potensi konflik dengan Masyarakat Ngada juga terbuka, karena 500 hektar lahan pengganti untuk dihutankan oleh BPOLBF berlokasi di Kabupaten Ngada sebagai syarat utama yang harus dipenuhi BPOLBF untuk mendapatkan pengelolaan untuk Non Hutan Kawasan 400 ha di Bowosie.
Komisi II DPR-RI akan menindaklanjuti RDP tersebut dengan membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk meninjau lokasi konflik Bowosie dan bukan tidak mungkin akan membentuk Pansus terkait konflik tersebut,"jelas Stefanus.
Baca Juga: Atlet Kempo Manggarai Barat Raih 2 Medali Emas di Porprov NTT
Salah satu Perwakilan Kesatuan Masyarakat Racang Buka, Muhamad Rudini menyampaikan, perwakilan KMRB juga menghadap ke Ombudsman RI dan ke Komnas HAM untuk menyampaikan penjelasan gambaran konflik lahan di Bowosie.
Serta menjadi atensi untuk kemudian lembaga Ombudman dan Komnas HAM tersebut melihat secara langsung lokasi penguasaan masyarakat adat.
Kuasa Hukum Kesatuan Masyarakat Racang Buka, Francis Dohos Dor menilai, langkah Komisi II DPR-RI, Ombudsman, dan Komnas HAM adalah langkah yang tepat untuk mengurai secara terang siapa mafia sesungguhnya dibalik konflik lahan Bowosie antara masyarakat versus BPOLBF.
Baca Juga: Gugat Hasil Pilkades Manggarai Barat, Calon Kades Bersiap ke PTUN
"Saya secara pribadi menyatakan terima kasih untuk segala atensi pengusutan atas Konflik Lahan Bowosie antara Masyarakat versus BPOLBF. Saya yakin, suara kebenaran dan kejujuran akan terungkap, sehingga menjadi jalan kebijakan yang akan mensejahterahkan masyarakat" tegasnya.
Advokat yang intens menangani persoalan kelompok masyarakat korban ketidak adilan tersebut mendorong, Pemerintah pusat agar kedepannya harus terbuka dan transparan dalam pembuatan kebijakan, agar tidak terjadi tumpang tindih dan konflik sebagaimana yang terjadi di Bowosie.
Baca Juga: Pelaku Pariwisata Keluhkan PJU di Labuan Bajo
"Bapak Presiden Jokowi harus menjadi Solusi atas konflik yang sedang terjadi, karena ini menyangkut Objek Lahan Otorita 400 ha dalam Perpres 32 tahun 2018 yang ternyata tidak clear and clean atau ada penguasaan masyarakat sejak lama sebelum ditentukan untuk dikelola BPOLBF," ujar Francis Dor.***